Senin, 07 Februari 2011

Purdi E. Chandra: Ciptakan Pengusaha Baru Lewat Franchise

Reputasi lembaga bimbingan belajar Primagama yang dibangun Purdi E. Chandra sejak tahun 1982 telah dikenal luas di Indonesia. Apalagi sejak menerapkan pola kerja sama waralaba (franchise) pada 1999/2000, pertumbuhan gerainya melesat kencang. Sebelum difranchisekan, dalam setahun Purdi hanya dapat membuka 10 – 12 cabang. Setelah difranchisekan, setahun bisa buka 120 cabang. Dan bisa dibilang, Primagama termasuk salah satu merek lokal awal yang mengembangkan sistem franchise.

Saat ditemui di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta Selatan, (kantor Primagama di Jakarta), Purdi mengatakan gerai Primagama Bimbel saat ini mencapai ribuan. Ia bahkan kesulitan mengembangkannya akibat keterbatasan lokasi. Sebab, aturan jarak antar outlet Primagama sekitar 4 km. Sebuah fakta yang cukup fantastis bagi sebuah merek lokal.

Selain sebagai pebisnis, Purdi juga dikenal sebagai mentor bagi pengusaha muda atau pemula. Dia kerap diundang sebagai pembicara diacara seminar kewirausahaan. Purdi juga mendirikan Entrepreneur University (EU) yang banyak menghasilkan pengusaha muda handal. Tokoh satu ini juga identik dengan keberaniannya (kenekatannya) dalam menekuni dunia kewirausahaan. Karena menurutnya, mental pengusaha itu harus berani mengambil risiko, pantang menyerah, dan tidak cengeng.

Lewat berbagai saluran, Purdi terus menyebarkan virus kewirausahaan bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya, dengan memfranchisekan bisnis miliknya. Kepada Ade Ahyad, wartawan Majalah Info Franchise Indonesia, Purdi bersedia berbagi pandangannya tentang dunia franchise. Berikut petikannya:

Bagaimana awal perkenalan Anda dengan sistem franchise?

Dulu saya pernah beli franchise. Saya beli karena saya ingin belajar sistemnya seperti apa. Akhirnya saya dapat ruhnya. Jadi ternyata ruhnya franchise itu ada dalam hal training supaya bagus. Kemudian sistem dan manajemennya harus bagus.

Kemudian ketika ingin memfranchisekan Primagama, manajemennya juga ada yang pro dan kontra. Primagama mulai difranchisekan sekitar 1999 – 2000. Waktu itu saya ingin cepat punya banyak outlet. Saya memang bisa mengembangkan sendiri. Tapi kan perkembangannya tidak bisa seperti sekarang. Itu saja. Belum terpikir untuk pengembangan entrepreneur baru. Tapi kemudian baru terpikir, ternyata dengan franchise lebih gampang menciptakan pengusaha.

Lantas bagaimana franchise bisa menciptakan entrepreneur baru?

Saya punya visi menumbuhkan banyak pengusaha baru. Sekarang itu sampai terjadi karyawan saya jadi pengusaha. Mereka tetap jadi karyawan. Tidak mau keluar. Kalau Anda ke Jogja, semua karyawan saya punya mobil sampai parkiran mobil di kantor tidak cukup. Mereka patungan buka cabang Primagama dimana-mana. Satu cabang misalnya, bisa dimiliki 20 karyawan.

Dibanding buka bisnis sendiri, risiko gagalnya itu banyak. Kalau franchise, paling hanya 10%. Di Amerika bahkan hanya 6% yang gagal franchise. Jadi peluang untuk karyawan menjadi pengusaha lewat franchise itu paling gampang. Dengan franchise, 90% keberhasilan sudah ditangan. Kalau buka sendiri, justru kebalikannya, kegagalannya bisa 90%. Asal mengelolanya bagus, franchisee pasti maju.

Kalau kita buka sendiri, namanya in business. Semua dilakukan sendiri. Kalau franchise kan sudah ada sistemnya, istilahnya on business. On business ini entrepreneur sejati. Kalau pengusaha sibuk, itu bukan pengusaha. Pengusaha kok sibuk? Tapi memang ada orang yang memulainya dengan tetap menjadi karyawan, disamping itu dia punya bisnis. Dia sibuk jadi karyawan (ditampat lain). Bisnisnya bisa ditinggal.

Apakah semua orang bisa jadi pengusaha lewat franchise?

Bisa. Bahkan tidak harus sesuai bakat atau hobi. Yang penting suka sama duitnya. Dan itu memang gampang. Yang susah kan karena kita terus berpikir susah saja. Kalau buka franchise, dari awal semua dibuatkan franchisor, asal ada uangnya. Yang tidak punya uang, bisa pakai uang orang lain atau pinjam ke bank.

Termasuk yang sudah punya bisnis, bisa beli franchise dulu untuk belajar franchise. Saya dulu begitu, beli dulu. Saya dulu pernah jual franchise Primagama disuatu wilayah dengan harga yang sangat murah karena tidak terlalu paham franchise.

Menurut Anda, perkembangan bisnis franchise di Indonesia seperti apa?

Yang saya tahu bisnis franchise yang maju pesat itu di Amerika. Disana sudah lebih dari 10 ribu merek franchise. Kalau di kita, sekarang mungkin baru sekitar 1000. Di Amerika, tidak ada orang yang usaha buka sendiri. Lebih baik dia beli franchise. Apalagi kalau dia karyawan, lebih gampang untuk berbisnis dengan sistem franchise. Dia tetap jadi karyawan, tapi punya bisnis.

Franchise Indonesia sekarang ini cukup bagus. Tapi memang ada franchise musiman yang booming sebentar kemudian habis. Biasanya itu yang (investasi) kecil. Tapi sebetulnya mereka sudah balik modal. Hanya saja kecil. Misalnya investasi Rp 4 juta, kemudian 3 bulan tutup. Kalau sudah balik modal atau bahkan untung kecil, tidak masalah. Dia tidak rugi. Tapi kan memang (bisnisnya) musiman.

Yang namanya pengusaha harus jatuh bangun. Tapi kalau ini (bisnis musiman), dia tidak jatuh, hanya saja bisnisnya sudah tidak laku, tapi sudah balik modal. Ya dia tinggal bisnis yang lain lagi. Kalau sudah sekali melakukan bisnis, pasti bisa untuk (bisnis) yang lain. Yang repot itu, orang sekarang terlalu banyak berpikir. Kalau terus dipikir, tidak akan buka. Coba dibuka dulu, beli franchise, setelah itu pasti berpikir. Itu salahnya kita, kebanyakan berpikir.

Betulkah franchise bisa menggerakkan perekonomian?

Itu betul. Satu franchise saja bisa mempekerjakan banyak orang. Itu sudah jelas. Amerika juga begitu. Jumlah pengusaha Indonesia masuk kurang banyak. Lewat franchise, akan lebih cepat melahirkan pengusaha baru. Maka saran saya, perbankan harus berani membiayai franchise. Dipilih franchise yang sudah jelas bagus dan berjalan. Di Indonesia belum terjadi, bagaimana MoU (franchise agreement) dijadikan jaminan untuk (pembiayaan) franchise, tidak usah pakai tanah atau sertifikat. Ini sudah jelas-jelas bisnis.

Bank yang sudah mulai pembiayaan sekarang ini BRI. Tapi, (sistem kerjasamanya) kita harus buka dulu franchisenya sendiri, baru dia meminjamkan 65%-nya. Kita buka sendiri dulu kan mungkin pinjam kemana-mana. Dia (BRI) juga harus ada jaminan (tanah). Itu yang menurut saya kita masih ketinggalan jaman, masih terlalu penakut. Mungkin takut rugi. Padahal yang namanya franchise, franchisor kan ikut mengelola (pengelolaan bisnisnya lebih terjamin).

Kalau dibandingkan franchise Indonesia dengan industri franchise diluar negeri seperti apa?

Kalau diluar negeri kan lebih dulu, mereknya sudah ribuan bahkan 10 ribu. Kita masih baru. Franchise Malaysia saja lebih kencang dari kita. Sebetulnya ini peluang bagi pengusaha yang usahanya bisa difranchisekan, segera difranchisekan sekarang ini. Saya sendiri, untuk TK (taman kanak-kanak) baru sekarang difranchisekan karena dulu terlalu dimanjakan dengan Primagama Bimbel. Sekarang untuk Bimbel Primagama agak sulit (buka outlet) karena terkait kebijakan jarak.

Jadi apa yang harus dilakukan?

Saya kira banyak yang harus dilakukan. Terutama pemerintah. Tapi Presiden SBY itu bukan orang bisnis, jadi tidak mengerti. Coba saya presidennya, saya bicarakan semua, bisnis itu harus seperti ini, franchise itu seperti ini. Menurut saya presiden boleh bicara seperti itu supaya ekonominya maju. Presiden bisa saja bilang, ayo semua bank kasih pinjaman untuk franchise. (Bisnis franchise) ini sama dengan bisnis yang lain. Risiko-risikonya sama.

Sarjana baru kita training dulu, kasih motivasi. Kemudian ambil franchise dengan dibiayai bank atau pemerintah. Saya pernah ke Jerman, rakyatnya itu dikasih pinjaman untuk usaha tanpa jaminan. Dan yang tidak bisa bayar (ngemplang) itu tidak banyak, tidak sampai 1%. Tapi dari pemimpinnya harus sudah begitu sehingga ke bawahnya akan mengikuti.

Itu dari sisi pemerintah. Kalau dari sisi pelaku franchisenya sendiri harus bagaimana?

Makanya kita (swasta) jalan sendiri saja. Sebetulnya negara itu, asal semua rakyatnya aktif dan bersatu, maju sendiri. Kalau sudah berjalan, rakyatnya aktif untuk maju semua, kita tidak butuh pemerintah. Mereka (pemerintah) itu yang penting-penting saja, misalnya keluar negeri, keamanan, hubungan, begitu-begitu saja. Tapi masalahnya, jiwa entrepreneur kita masih kacau akibat dijajah Belanda dulu. Mental kita sudah hancur-hancuran. Bukan mental pengusaha, tapi ambtenaar (pegawai). Mental pengusaha itu harus berani ambil risiko.

Prediksi dunia franchise Indonesia ke depan menurut Anda akan seperti apa?

Sekarang sudah bagus. Saya juga terus ikut mendorong (agar lebih bagus lagi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar